Bab 2
Audisi Mengancam Jiwa
Kehidupanku menjadi sibuk setelah tinggal bersama Ai-chan.
Ai-chan langsung pindah ke apartemennya, dan aku pun belajar banyak hal dari
Maya-san untuk membantunya dalam pekerjaan rumah tangga dan tugas manajer Ai-chan.
Di sela-sela kesibukan, aku juga berusaha keras untuk mempelajari dunia idol
demi mendukung Ai-chan.
Suatu siang, beberapa minggu setelah kami bertemu, aku yang
kelelahan datang ke ruang klub "Aniken". Dia ingin makan siang di
sana. Saat membuka pintu, aku melihat Rion, salah satu anggota klub, sudah ada
di sana.
"Eh? Senpai juga ke sini?"
"Oh, Rion juga makan siang di sini?"
"Iya! Makan sambil nonton anime di sini tuh paling
nyaman. Senpai mau bareng makan?"
"Oke, aku gak keberatan. Oh, hari ini animenya 'Boku
to Sekai no 100-nen Sensou' ya? Anime ini bagus lho. Gambarnya keren
banget."
"Iya! Senpai pasti suka sama suara Ai-chan yang
berperan sebagai 'Cewek C' di sini!"
"Yosh, terusin sampe scene itu ya!"
Aku duduk di sebelah Rion dan membuka kotak makannya yang
berisi nasi dan lauk seadanya. Kami pun menikmati makan siang sambil berbincang
tentang adegan favorit mereka di anime itu.
"Ah... Suara Ai-chan emang bagus banget... Bikin
nagih suaranya yang imut itu..."
"Senpai emang bener-bener suka Ai-chan ya...
Suaranya emang bagus sih, tapi coba deh perhatikan seiyuu lain juga
"Iya, aku juga perhatikan kok. Tapi, namanya juga
oshi, pasti beda dari yang lain."
"Ah, itu sih wajar! Gak sadar, kita pasti lebih
fokus sama suara oshi."
Aku mengangguk setuju. Aku senang bisa berbincang dengan
Rion yang punya selera anime sama denganku.
Di sisi lain, aku juga merasa sedikit khawatir dengan
Rion. Rion hampir selalu makan siang di klub, dan aku jarang melihatnya bergaul
dengan teman-teman lain.
"Rion... Kamu punya teman lain gak?"
Pertanyaan itu membuat Rion terkejut dan tergagap.
"Eh? A-apa maksud Senpai?"
"Maaf, bukan bermaksud ngeledek. Cuma aku agak
khawatir aja..."
Aku hampir selalu melihat Rion di klub saat makan siang,
tapi aku tidak pernah melihatnya bersama teman-teman lain.
Rion juga tidak menunjukkan tanda-tanda kesepian, dan dia
selalu menempel padaku. Hal ini membuatku curiga.
"Sebenarnya... Aku pengen punya satu atau dua orang
teman..."
Aku menyimpulkan bahwa Rion memang tidak punya banyak
teman. Aku merasa kasihan pada Rion yang sepenglihatannya sama denganku.
"Kalau gitu, kayaknya mending kamu gak usah selalu
ke sini pas makan siang. Coba deh ajak teman sekelasmu makan bareng. Kalo gini
terus, malah bisa bikin kamu makin terisolasi..."
Aku sendiri juga jarang bersosialisasi, jadi aku tidak
bisa menyalahkan Rion. Tapi aku ingin membantu Rion agar bisa memiliki lebih
banyak teman.
"Nggak kok! Aku baik-baik aja! Lagipula, tempatku ya
di sini!"
Namun, dia menolak.
"Waktu aku baru masuk dua bulan yang lalu... Jujur,
aku merasa putus asa... Gak ada orang yang punya hobi sama kayak aku... Waktu
itu, senpai ngajak aku ke klub ini."
Terbayang kembali saat itu. Tepatnya, saat itu aku
kebetulan melihat Rion sedang membaca buku light novel kesukaanku di
perpustakaan, jadi tanpa sengaja aku menyapanya. Dan dari situ aku mengajaknya
ke klub anime.
"Waktu itu senpai ngajak aku, aku beneran seneng tau...!
Ada orang yang mau ngomong sama aku yang lagi sendirian...! Senpai, kamu udah bikin
tempat buat aku yang dulu sendirian!"
Terlalu berlebihan... Tapi dia benar-benar serius. Bagi Rion,
itu pasti momen yang sangat membahagiakan. Aku juga merasa senang telah
menyapanya saat itu.
"Jadi, aku akan selalu di sini! Walaupun nanti
senpai juga lulus dan kita gak bisa terus bersama... Aku nanti nyoba buat cari
teman lain saat itu! Jadi... boleh gak, sampe saat itu, aku tetap di
sini...?"
Rion, dengan wajah cemas seperti anak kucing yang
terbuang. Dengan pandangan seperti itu, gak mungkin bisa nolak.
"Sudah pasti. Kalo Rion mau, kamu bisa tetep di
sini. Terus kita nonton anime bareng lagi!"
"Se-senpai...! Terima kasih banyak!"
Rion tersenyum cerah, suaranya penuh kegembiraan.
Melihat wajahnya membuatku juga merasa senang. Tapi, pada
saat yang sama... sedikit rasa bersalah muncul.
"Eh, Rion... Maaf ya... Tapi... kayaknya buat
sementara waktu, aku gak bisa muncul di klub..."
"Eh!? Apa apa? Kenapa tiba-tiba gitu!?"
Rion mendekatkan wajahnya dengan cepat. Anak ini, meski
sejenis denganku, lucunya minta ampun...
"Bukan, bukan begitu... Sebenarnya... Uang kiriman
orang tuaku terlambat, jadi aku harus cepet-cepet nyari pekerjaan paruh waktu.
Jadi, kayaknya aku nggak punya waktu..."
Kedepannya, aku ingin mencurahkan seluruh kemampuanku
sebagai manajer, bahkan waktu untuk klub pun aku sayangkan. Aku juga memiliki
pekerjaan lain di kantor, jadi aku tidak akan bisa menonton anime sebanyak
dulu, apalagi datang ke klub.
"Ugh... begitu ya... Jadi, aku gak bisa ketemu
senpai buat sementara waktu...?"
"Yah... Setidaknya abis jam sekolah. Aku akan
berusaha datang ke sini waktu siang hari, kalo ada waktu."
"Jadi... Senpai lebih pentingin kerjaan daripada
aku..."
"Ah, jangan ngambek kayak istri gitu dong... Aku
minta maaf, ya? Maafin aku."
"Hmph, nggak bakal aku maafin. Senpai gak peduli
sama aku, biarin aja kerja di black company selama tiga puluh tahun sampe jadi
mayat hidup."
"Jangan ngomong yang gitu! Tenang aja! Walaupun aku gak
ada tapi kamu bisa tetep ikut klub sendirian kok!"
"Sendirian itu nggak ada artinya, bodoh! Aku gak mau
kalo gak ada Senpai!"
"Ya, tapi... mau gimana lagi? Aku juga butuh uang buat
hidup. Masalah kerja juga ada..."
"Yang itu aku ngerti! Aku ngerti tapi... huh! Senpai
orang yang gak punya perasaan---!"
Kesalnya nggak bisa ditahan, Rion tiba-tiba berdiri dari
kursinya. Lalu, dengan tergesa-gesa dia mengumpulkan barang-barangnya dan
keluar dari ruangan.
"Sial... Gak nyangka dia bakal sekesal itu..."
Klub ini memang penting bagi dia. Kayaknya aku udah bikin
salah...
"Ya sudahlah... Nanti sore abis kelas, aku coba
minta maaf lagi..."
Dengan tekad itu, aku mulai merapikan sisa makan siangku.
※
Langsung kerja setelah sekolah itu memang jadwal yang
cukup berat.
Tapi, demi bayar biaya hidup dan uang sekolah... Aku
harus bekerja keras supaya nggak putus sekolah.
Dengan pikiran itu, aku memaksakan tubuh lelahku untuk
sampai di kantor. Di jalan menuju meja kerja, aku bertemu dengan Ai-chan yang
sepertinya menungguku.
"Ah, Souta... Selamat pagi..."
"Ah, iya... Selamat pagi."
Rupanya di industri ini, nggak peduli jam berapa,
"selamat pagi" jadi salam.
Tapi, itu bukan masalah sekarang...
"Kamu kenapa...? Kamu keliatan gak ada semangatnya
gitu."
Aku tanya dia yang keliatan murung.
Beberapa hari ini, aku mulai terbiasa ngomong santai sama
dia. Bisa ngobrol biasa sama seiyuu favorit... Ini kebahagiaan yang luar biasa,
tapi Ai-chan keliatannya sedih banget.
"Baru aja tadi, hasilnya keluar... Audisi itu... Aku
nggak lolos..."
"Ah..."
Aku ingat, tadi pagi dapat email dari Maya-san.
"Audisi itu, diputuskan untuk anak lain." Pasti dia udah dengar
hasilnya dari orang lain sebelum ketemu aku.
Aku sih udah mikir bakal susah ngomong ke dia, tapi kalo
dia udah tau ya udahlah. Tapi, tetep aja aku bingung mau ngomong apa...
"Aku... apa aku emang gak cocok ya... jadi
seiyuu...?"
"Yah, jangan terlalu down gitu! Pasti peran kali ini
gak cocok aja! Jangan nyerah, coba lagi di peran lain!"
"Kalo ketabrak truk bisa jadi bisa reinkarnasi jadi
yang terkuat... Ah. Jadi villainess juga asik..."
Tidak bisa, dia tidak mendengarkan. Sepertinya shocknya
besar, dan mulai mencari cara kabur dari kenyataan. Aku harus kasih semangat
supaya bisa bangkit lagi...
Ketika aku mulai berpikir, dari ujung koridor, muncul
seseorang yang aku kenal...
"Eh, Souta-kun! Halo halo~!"
"Ah... Kisaragi-san...!"
Dengan senyum mengejek, dia mendekat ke arah kami.
"Gimana, kondisi Ai-chan? Denger-denger gagal di
audisi ya~?"
"Uh..."
Langsung kena di titik lemah. Kayaknya dia datang untuk menyindir.
"Serius, lebih baik menyerah saja dari sekarang.
Terus-terusan gagal juga gak baik untuk mental. Lebih baik hari ini juga
resign. Toh, nanti juga gak akan lulus-lulus."
"........!"
Ai-chan terlihat kecewa dan menunduk.
"Souta-kun juga lebih baik menyerah saja. Kalo minta
maaf sekarang, aku akan memaafkan kepalamu!"
"Ha...! Aku gak akan minta maaf! Saya akan percaya
sama Ai-chan sampai akhir!"
"Ya sudahlah. Terserah kamu. Tapi kalo nanti minta
maaf, aku gak mau tahu~"
Dengan senyum mengejek, Kisaragi melirik kami sekilas dan
berjalan pergi.
Tapi, aku lebih peduli sama Ai-chan daripada dia. Apalagi
setelah ditertawakan seperti itu, bisa-bisa dia benar-benar resign sendiri. Aku
jadi khawatir dan melihat ke arah dia.
Tapi, Ai-chan malah...
"Fu... fufu... Ahahahahaha...!"
Entah kenapa, dia malah tertawa.
"Lucu... Lucu banget...! Manager terburuk itu, gak bakal
aku maafin...!"
Sampai lupa kalau masih di dalam kantor, Ai-chan bersuara
keras.
"Eh, Ai-chan...? Kamu baik-baik aja...?"
"Aku baik-baik aja! Malah jadi semangat! Sekarang,
aku harus tunjukin kalo aku bisa! Di audisi selanjutnya, aku pasti menang! Aku mau
bikin Kisaragi ngerasa malu!"
"Ah, Ai-chan...!"
Tiba-tiba, Ai-chan berubah menjadi lebih bersemangat.
"Dalam tiga bulan, pasti aku sama Souta
menang!"
...Sepertinya, karena Kisaragi berbicara banyak hal yang
menyebalkan, malah jadi memotivasinya.
Baguslah... Meskipun tidak mau mengakuinya, berkat Kisaragi,
sepertinya dia bisa ganti mood.
"Kalau sudah begitu, kita langsung maju aja! Eh, Souta-kun!
Audisi selanjutnya sudah ada belum? Aku menunggu kabar itu..."
"Eh, belum... Maaf. Belum ada kabar
selanjutnya..."
"Hmm... Gitu ya... Sulit kayaknya... Jadi, aku harus
nunggu dulu?"
"Iya... Buat sekarang, latihan dasar dulu aja,
sambil persiapan yang benar."
Sebisa mungkin aku ingin langsung kasih dia kerjaan, tapi
tidak semudah itu.
"Sementara, aku mau coba cari kerjaan lain atau
audisi yang bisa diikuti! Jadi... Bisakah kamu bersabar denganku sebentar?"
"Un... Aku mengerti. Gapapa! Aku akan berusaha
semampu aku sambil menunggu!"
"Terima kasih... Gantinya, aku juga bakal berusaha
keras! Aku akan berusaha secepat mungkin biar bisa dapetin kerjaan bagus buat
Ai-chan!"
"Ehehe... Cuma denger kamu bilang gitu aja, aku udah
seneng banget lho? Demi memenuhi harapan para fans, aku juga bakal berusaha
keras!"
Begitu bilang, Ai-chan langsung lari kecil meninggalkan
aku, dan bergerak menuju studio latihan yang ada di bawah tanah. Dengan keadaan
dia seperti gitu, sepertinya dia udah tidak sedih lagi.
Oke... Karena Ai-chan udah semangat kayak gitu, aku juga
harus lebih berusaha lagi, nyiapin kerjaan buat dia...!
Pas aku baru aja memantapkan tekad, tiba-tiba ada suara
notifikasi dari HP di kantong. Ketika aku lihat, ternyata ada pesan dari Maya-san.
Katanya, begitu aku sampai di kantor, aku harus langsung ke ruang rapat.
Sekarang ini, aku lagi dibantu Maya-san buat mengurusi
pekerjaan sehari-hari dan juga sebagai manajer Ai-chan. Mungkin aja, ada
sesuatu tentang Ai-chan.
Aku langsung membalas pesannya dengan mengatakan aku
mengerti, dan langsung bergerak ke ruang rapat.
※
"Hah!? Undangan audisi!?"
"Iya. Kami dapat info kemarin. Kami sangat berharap
Ai-chan bisa ikut."
Maya-san yang duduk di depan aku, menggeser tumpukan
dokumen ke arahku. Itu adalah informasi dasar tentang karya tersebut dan naskah
untuk audisi.
"Judul karyanya adalah 'Peach Colored LIPS'. Aslinya
adalah komik strip yang dimuat di majalah yuri, dengan cerita tentang tiga
cewek di klub sastra sekolah cewek yang sangat tertarik dengan seks, dan mereka
berlatih simulasi cinta dan seks dengan sesama cewek, untuk persiapan
kalau-kalau mereka punya pacar."
"Ah! Aku tahu karya itu! Aku punya semua komik
terbarunya!"
"Kalau gitu, ceritanya jadi lebih cepat. Kali ini,
kami ingin meminta Ai-chan memerankan 'Akiyama Rika', seorang kouhai dari
karakter utama. Maaf kalau bukan peran utama, tapi gimana kalau itu?"
"Ya, tentu saja! Aku sangat mau! Tolong biarkan dia
ikut!"
Meskipun bukan peran utama, Ai-chan pasti akan senang
hanya dengan mendapat tawaran audisi. Lagipula, ini bisa jadi kesempatan untuk
mendapatkan pekerjaan lain. Aku harus memanfaatkan kesempatan ini!
"Terima kasih. Kalau begitu, tolong sampaikan hal
ini kepada Ai-chan secepatnya. Tapi... mungkin ada satu masalah."
"Eh...? Masalah apa...?"
"Kalau kamu sudah baca karyanya, kamu tahu kan, isi
ceritanya agak berani. Sementara itu, Ai-chan sebelumnya memainkan peran yang
polos. Jadi, mungkin ada sedikit perlawanan..."
Memang sih, 'Peach Colored LIPS' itu cukup erotis. Salah
satu daya tariknya adalah adegan intim antara para wanita.
Mengingat peran Ai-chan sebelumnya di "Maji☆Mari" adalah Kana, yang polos dan imut, mungkin ada
perbedaan besar dengan pekerjaan ini. Tapi...
"Hmm! Kalau itu sih, nggak masalah! Ai-chan sekarang
penuh semangat! Apapun perannya, kalo itu bisa jadi kesempatan buat dia, dia
pasti seneng memainkannya!"
"Gitukah... Kalau gitu, saya bisa lega. Saya
serahkan hal ini kepada kalian berdua. Kalau ada yang tidak jelas, jangan
sungkan tanya ke saya."
"Iya...! Terima kasih banyak!"
Bagus... Akhirnya audisi selanjutnya sudah ditentukan.
Pasti Maya-san juga, perhatian sama kami. Karena kerjaan
ini cocok buat Ai-chan, makanya dia memberi kami audisi. Tapi, aku bisa mengerti
kalau dia juga dukung kami.
Supaya bisa balas budi, aku harus bener-bener mengerjakan
tugas-tugas kecil dengan baik...! Lalu, menyelesaikan kerjaan dan cepetan lapor
ke Ai-chan! Pasti, Ai-chan juga akan senang!
※
"Eeeeeh!? Kayaknya nggak mungkin deh!"
Setelah makan malam. Ketika cerita soal audisi ke
Ai-chan, dia langsung dengan cepat menggelengkan kepala.
"Eh! Kenapa!? Padahal kan ini audisi yang bagus! Emang
sih bukan peran utama, tapi sebagai seiyuu, harusnya ini momen yang bikin
seneng!"
"Soalnya, ceritanya itu kan... cerita yang agak
gitu!?"
Sambil liat skrip di meja, Ai-chan bilang. Muka dia jadi
merah, mungkin karena malu.
"Aku selama ini, perannya yang murni atau yang
lembut gitu... Jadi, ini... memalukan...! Aku gak bisa, ngomong kalimat yang gitu...!"
"Ya, emang sih... Memang ini peran yang belum pernah
ada sebelumnya...
Tapi, sebagai fans, aku nyaranin buat nyoba, kurasa peran
yang gitu juga cocok sama suara manis Ai-chan! Coba deh, gak ada
salahnya!"
"Tapi, ini kelewatan banget!? Pertama-tama, ini! Kalimat
audisinya aja udah aneh banget!"
Dia berteriak, sambil nunjukin kalimat audisi ke aku.
Yang tertulis adalah──
("Senpai, selamat pagi. Hari ini, kita mau main apa?
Latihan praktek berhubungan seks lagi? gimana?"
"Mio senpai... aku mau lebih... Ciuman senpai, aku
mau lebih... Hal-hal enak yang senpai tau, ajari aku lebih banyak lagi..."
"Aah! Fruits Ponchi ku! Natsumi-senpai, kejam
banget. Kalau kamu gitu... aku gak akan pegang payudara kamu lagi!")
Note
: "Ponchi" dari Bahasa Jepang yang dibalik "Chinpo" yang
artinya "penis".
"Kenapa semua kalimatnya harus yang berhubungan seks
gitu!? Aslinya manga dewasa kan!? Pokoknya 'latihan praktek berhubungan seks' apa
itu!?"
"Sayangnya ini bukan untuk umum... Sekarang ini
banyak kok karya yang gak R18 tapi yah gitu..."
Ngomong-ngomong, peran yang Ai-chan audisiin kali ini
"Akiyama Rika", adalah kouhai karakter utama, tipe cewek yang
pendiam. Tapi, adegan mesumnya sangat banyak.
“Peran ini kelewatan... Kalimat kayak gini, aku gak bisa ngucapin!"
Ai-chan gemetaran. Dia sepertinya sangat menolak peran
seperti ini.
"Pertama-tama, kupikir kata itu gak baik! Gak sehat!
Aku lawan deh, berhubungan seks!"
"Ya, tapi gak bisa begitu terus dong...? Ai-chan
sekarang juga gak punya kerjaan lain. Baru aja gagal audisi, gak mungkin bisa
milih-milih kerjaan juga..."
"Anu... itu, bener juga..."
"Terus, kalo terus-terusan minta ini itu, bisa jadi
nanti Maya-san nggak mau kasih kerjaan lagi. Paling parah, bisa-bisa langsung resign
dalam tiga bulan..."
"Hmm〜...! Iya, mungkin bener
juga..."
Sambil menggeram, Ai-chan menatap naskah sampai hampir
membuat lubang di dalamnya. Dia tetap diam untuk sementara waktu, terlihat
sangat berkonflik. Apakah dia akan menolak kesempatan karena rasa malu, atau
menantangnya meski harus menelan malu.
Namun, setelah itu, dengan wajah yang merah padam, dia
berteriak, "Ah—!"
"Oke fix! Aku terima audisi ini!"
"Ah…! Bagus! Terima kasih, Ai-chan!"
"Aku juga pengen manfaatin kesempatan ini! Lagipula,
kalo aku nolak ini dan gak dapet kesempatan audisi lagi, itu juga bakal ngerepotin
Souta …"
"Ah…"
Memang, jika itu terjadi, berarti pekerjaanku akan
benar-benar berakhir… Aku akan kehilangan biaya hidup, tentu saja tidak bisa
membayar biaya sekolah… Dan jika aku berhenti dari SMA, itu akan menjadi
handicap yang besar.
Aku mendukung Ai-chan, tentu saja karena aku menyukainya
sebagai seorang pengisi suara, tapi juga karena ingin mencegah dia dari
berhenti sekolah, jadi aku sangat berterima kasih dia menerima tawaran ini.
"Jadi, kita harus cepet meriksa karya aslinya! Souta,
kamu punya komiknya kan?"
"Ya! Aku bakal ambil sekarang!"
Aku berlari ke kamarku dan membawa set lengkap
"Peach LIPS".
※
"Apa-apaan ini… ini…!?"
Sambil membaca "Peach LIPS" yang aku bawa dari
kamarku, dia menggigilkan tangannya.
Scene yang sedang dibuka olehnya adalah bagian pertama
dari volume pertama. Scene di mana protagonis, Mikusa Natsumi, dan temannya, Segawa
Mio, mencoba melepas pakaian junior mereka, Akiyama Rika.
"Yah… karya ini bertema yuri… Jadi, kamu gak jadi mau
audisi…?"
"Sudah nguatin hati sih… tapi, karya ini terlalu
ekstrem! Wah… di halaman selanjutnya, sampai kayak gini…!"
Sambil bergumam, Ai-chan terus menatap halaman tersebut.
Dia bergerak gelisah sambil perlahan mengunyah isi ceritanya.
"Eh… ini erotis… sampai ngelakuin hal kayak gini…
haah haah…"
Seperti seorang siswa SMP yang pertama kali membaca
majalah porno, dia menjadi semakin bersemangat dan napasnya semakin kasar.
Eh…? Apa dia sebenarnya cukup tertarik? Anak ini…
Eh? Mungkin, dia sebenarnya… Ai-chan itu tipe yang
pendiam tapi bersemangat…? Tidak menyangka, di tempat seperti ini aku akan
mengetahui sisi tak terduga dari orang yang ku dukung…
Dan setelah menghabiskan waktu yang cukup untuk membaca
keseluruhan karya, dia menutup buku itu dan membuka mulutnya dengan malu-malu.
"Fuuh… Jadi, kayaknya aku udah ngerti jenis karya
apa ini… Ayo kita coba latihan satu scene yang pas…"
Rupanya, sebelum mulai berlatih untuk audisi, dia ingin
terlebih dahulu membaca satu scene dari manga untuk mendapatkan nuansa
karakternya.
"Souta, bisa ikut latihan sama aku…?"
"Eh…? Ikut latihan, gimana caranya…?"
"Aku meranin 'Akiyama Rika', jadi Souta, tolong baca
dialog Nasumi. Kita akan meranin scene di halaman ini waktu kedua karakter ini
muncul."
Aku mengerti. Jika itu masalahnya, sepertinya aku bisa
melakukannya. Untungnya aku sangat mengerti isi manga ini, dan aku juga
memiliki gambaran tentang karakter Rika. Mungkin aku bisa memberikan saran yang
baik.
"Jadi, Souta. Sini cepet. Kita mau mulai
latihan!"
Dengan berkata demikian, dia menepuk-nepuk tempat di
sampingnya di sofa tempat dia duduk. Eh? Itu artinya...
"Berarti, duduk di sebelahmu...?"
"Iya dong. Kita gak bisa baca bareng kalau gak deket.
Jadi, cepetan sini."
"Ah, baiklah!"
Meskipun hanya untuk latihan, bisa duduk dekat dengan
orang yang aku dukung membuat jantungku hampir berhenti karena kebahagiaan.
Segera, aku pindah ke sampingnya. Lalu, aku menatap manga
itu.
Pada saat itu—untuk membuatku lebih mudah membaca manga,
Ai-chan mendekatkan tubuhnya ke arahku.
"Souta, kamu gapapa? Kamu bisa liat dialognya dengan
jelas kan?"
"Ah... ah...! Y, ya, aku baik-baik aja...!"
Tidak, aku tidak baik-baik saja! Bahu Ai-chan menyentuh
lenganku! Ai-chan yang ku dukung, duduk di sebelahku...! Ah, ah, ini gila...
seperti kekasih...!
"Jadi, dengerin baik-baik, ya? Gak usah ragu buat
berkomentar apa pun!"
"Y-ya, aku mengerti...! Semangat!"
Tidak pernah terbayangkan, aku bisa mendengar akting dari
orang yang aku dukung sambil bahu menyentuh satu sama lain... Aku bisa mati
bahagia besok!
"Jadi, ayo kita mulai—『Terima kasih atas
kerja kerasnya, Natsumi-senpai.』"
Lalu, orang yang aku dukung mulai berakting. Adegannya
adalah dari volume kedua, episode tujuh, cerita utama tentang Akiyama Rika.
Seperti biasa, dia datang ke klub sastra. Di sana, Senpai yang juga merupakan
karakter utama, "Mikusa Natsumi," sudah ada lebih dulu. Kemudian Rika
meminta Natsumi untuk berlatih menjadi kekasih. Adegan ini bisa dilakukan oleh
mereka berdua.
『Ah, kamu sudah selesai, Rika. Kamu datang awal hari ini. 』
Sesuai dengan dialognya, aku juga membaca dialog
selanjutnya.
『Emm... Apa hari ini Mio-senpai tidak ada...? 』
『Ya.
Dia pulang karena ada urusan keluarga hari ini. Jadi, hanya kita berdua! 』
『Ah...
begitu ya... hanya kita berdua... 』
Mendengar jawabannya, Rika entah mengapa menundukkan
kepalanya.
『Apa
yang salah? Kamu terlihat berbeda... 』
『Ah...
emm... Natsumi-senpai... 』
Dengan suara gemetar, Ai-chan membaca dialog Rika.
Meskipun dialogku terdengar kaku, berkat cara membacanya yang penuh ketegangan,
aku bisa merasakan atmosfer adegan itu.
Dan kemudian, setelah membuat jeda, dia berkata,
『Tolong,
latih aku untuk menjadi kekasih, hanya berdua denganmu! 』
『Eh...!?
Apa yang kamu katakan, Rika-chan!? Biasanya kita bertiga... 』
『Aku
tahu... Tapi, aku tidak tahan lagi hari ini... Lagipula, kalau aku ingin
memiliki kekasih di masa depan, seharusnya kita latihan hanya berdua, bukan...? 』
『Ah,
tidak... itu... 』
Natsumi memberikan jawaban yang tidak pasti karena merasa
tegang dengan situasi hanya berdua.
Namun, Rika yang terus mendesak, akhirnya membuat Natsumi
menyerah.
『Baiklah...
Kalau begitu... mari kita sedikit berdekatan...? Seperti Rika-chan meluk
lenganku... 』
『Baiklah...
Jadi, aku hanya perlu memeluk Senpai, kan...? 』
Dengan berkata demikian, Rika memerahkan pipinya. Dan
kemudian, dia membuat keputusan.
『Eh...
ei! 』
Dengan suara yang lucu dan menggemaskan, Rika memeluk
lengan Natsumi.
Dan, pada saat itu—sesuatu menyentuh lenganku juga.
"Ah...!? "
『Ah...
Natsumi-senpai, Kamu hangat... 』
Rika—bukan, Ai-chan, memeluk lenganku dengan erat.
『Apakah
seperti ini...? Natsumi-senpai...? Apakah ini sudah benar...? 』
Eh, eh...!? Ah!?
TLN : Baper sama
orang akting.
Sambil tetap menatap komik, Ai-chan terus membaca dialog
Rika.
Selanjutnya, dia memasukan jemarinya dengan tanganku,
seolah-olah mengikuti alur cerita komik tersebut.
『Atau...
harus lebih berani lagi kah...? 』
Dan kemudian, dia mendekatkan tubuhnya lebih lagi ke aku.
Dada nya kini menekan kuat pada lenganku.
Tunggu, tunggu sebentar! Apakah perlu sampai seperti
ini!? Meskipun ini hanya latihan, apakah perlu meniru gerakannya juga!? Apakah
ini cara Ai-chan dalam membangun karakter...!?
『Ehehe...
Dengan ini, terasa lebih seperti sepasang kekasih, bukan? Senpai...! 』
"...!"
Saat diperhatikan lebih dekat, wajah Ai-chan juga merah
seperti Rika. Di antara dialognya, terdengar napasnya yang berat, menunjukkan
bahwa dia sangat liar. Cara dia membaca dialognya juga, terasa sedikit seksual.
Sikap murni yang biasanya dia miliki, tidak bisa
dibayangkan dari penampilannya sekarang.
"Tidak, tidak, tidak... Ini sudah terlalu jauh...!”
Secara kebetulan, dialog selanjutnya dari Natsune dan
perasaanku bersinkronisasi.
『Tidak...
Tidak ada yang berlebihan... Ah, ah...! Kalau sudah begini, kita seharusnya
melakukan hal-hal yang lebih erotis dan cabul... Misalnya, seperti ini... 』
"Eh... Wah!?"
Ai-chan tiba-tiba menindih saya yang duduk disampingnya,
menekanku dengan berat tubuhnya, dan dengan cekatan mengambil posisi di atasku sambil
masih memegang komik.
Eh, apa...? Ini berbahaya? Apakah aku dalam masalah?
Ini, jika mengikuti alur komik, berarti aku akan diserang
selanjutnya...!
『Nee,
senpai... Aku ingin berlatih menjadi kekasih yang lebih serius—ingin melakukan
hal-hal yang memalukan... Jadi, mari kita melakukannya bersama...♪ 』
Sambil berkata demikian, Ai-chan mulai membuka kancing
bajunya, sesuai dengan alur komik selanjutnya.
Ini tidak baik...! Ini harus dihentikan sekarang juga—!
"Tunggu, sebentar! Ayo hentikan latihannya
sekarang!"
『Jangan
berkata seperti itu, senpai... Aku sudah siap...! Aku tidak keberatan kalau
senpai melihat payudara atau bokongku... Bahkan, aku ingin disentuh...! Tolong sentuh
aku lebih lagi...! 』
Ai-chan merayu dengan tubuhnya yang bergerak-gerak
menggoda, "Ah... tidak...!"
"Anak ini gak bisa! Dia udah gak bisa ngebedain
antara kenyataan dan akting!"
『Kalau
ini benar-benar terjadi... Aku harus melepas semuanya, bukan...? Tapi, tentu
saja, karena ini di sekolah... mungkin hanya sampai underwear saja...? 』
"Nggakk, bahkan cuma underwear aja udah gak bisa!
Dan tolong! Balik ke dunia nyata!"
Ini buruk, ini buruk! Anak ini benar-benar lepas kontrol!
Lebih lanjut, dia terus membaca dialognya dengan lancar,
dan membuka lebih dari setengah kancing bajunya.
Wah, payudaranya hampir terlihat! Payudaranya benar-benar
hampir terlihat!?
『Ah...
tubuhku terasa panas...! Aku jadi terangsang, dan bagian bawahku terasa
kencang... 』
Seperti seseorang yang mencari tindakan seperti itu, Ai-chan
secara sukarela maju dan menggoyangkan pinggulnya dengan tidak senonoh. Setiap
kali itu terjadi, payudaranya yang hampir terlihat, berayun-ayun tepat di depan
mata.
『Ah,
malu sekali dilihat payudaraku... Apakah ini cinta...?"
"Tidak, ini pasti salah! Ini hanya pencabulan!"
『Kalau
begitu, bagaimana kalau kita melakukannya sekarang...? Seperti ciuman yang
selalu kita lakukan bersama... 』
"Ah, tolong dengerin aku!?"
『Hmm... 』
Dia mengabaikan perkataanku dan perlahan mendekatkan
wajahnya.
Eh... serius...!? Dia serius mau mencium!?
"Tunggu, itu gak boleh, Ai-chan! Serius, mencium itu
terlalu...!"
『Hmm──......』
Sedikit demi sedikit, hanya satu milimeter demi satu
milimeter, bibir Ai-chan mendekat.
Aaa! Berhenti! Sejujurnya, situasi bisa mencium idol
favorit seperti mimpi yang menjadi kenyataan!
Tapi ini, pasti tidak boleh! Harus segera dihentikan!
"Kumohon, bangun! Ini waktunya buat bangun! Bangunlahh,
Ai-chan!"
『Hmm───......』
Namun Ai-chan tetap tidak kembali ke akal sehatnya.
Ah, dia tidak mendengarkan sama sekali! Ini jaraknya,
loh! Kembali ke akal sehat, dong!
『Natsumi-senpai,
aku suka kamu... Hmm...! 』
Dan akhirnya, wajahnya semakin mendekat. Ini benar-benar
lima detik sebelum mencium sungguhan──
"Wah! Kita gak bisa ciuman waktu latihan──!"
Aku berteriak sambil meronta-ronta.
Dan tepat sebelum bibir kami benar-benar bertemu──ada
benturan tumpul di dahi.
"Guwah!?"
"Kyaa!"
Wajahnya segera menjauh, dan kami berdua menderita dalam
rasa sakit. Saat aku meronta, kami saling bertabrakan dahi.
Ugh... itu cukup keras... Ai-chan tidak apa-apa...?
"Ugh... sakit... Apa itu tadi...?"
"Ah, maaf Ai-chan... kamu udah balik ke akal
sehat!?"
"Eh...? Apa maksudmu...─ Eh, Kyaa!?
Aku... aku buka baju!?"
Dia buru-buru menutupi dadanya. Ah... entah kenapa aku
merasa sedikit kecewa...
"Ah, ah waaaa...! Aku ngelakuin lagi...!"
Lagi...? Maksudnya apa...?
"Ah, aku... kadang-kadang terlalu masuk ke dalam
peran... Jadi waktu aku meranin karakter yang mudah dimainin, aku jadi lupa sama
diriku sendiri... Dan sekarang juga, aku ngelakuin hal itu..."
Mengingat apa yang telah dia lakukan, Ai-chan tampak malu
dan mengalihkan wajahnya.
Mungkin, dia tahu itu dan itulah sebabnya dia ingin
menghindari peran yang erotis...?
"Tapi! Kalo kamu bisa masuk ke dalam peran sejauh
itu, bukannya itu peran yang cocok buat kamu? Itu hal yang baik, kan? Cocok sama
peran erotis juga kelebihan dan──"
"Kyaaaaaaaaaaaa! Berhenti──────Jangan
bilang──────!!"
"Waaaaaaaaaaaaaaaa!?"
Entah itu karena malu atau alasan lain, Ai-chan
menyerangku dengan cara yang berbeda dari sebelumnya. Membutuhkan waktu lebih
dari satu jam untuk menenangkannya.
※
Sejak hari itu, Ai-chan terus berlatih keras setiap malam
hingga larut.
Dia membaca ulang naskah aslinya berkali-kali, menanamkan
karakter Rika ke dalam dirinya, dan membangun dasar karakternya dengan kuat.
Kemudian, selama latihan dan pertunjukan, dia terus membaca naskah dengan penuh
perhatian agar 'switch' aneh tidak aktif, sambil mencoba berbagai hal.
Dan sekarang, beberapa hari telah berlalu. Hari ini,
akhirnya, adalah hari audisi yang sebenarnya.
Aku pergi ke studio, tempat audisi diadakan, bersama
Ai-chan, dan kami duduk di ruang tunggu. Di sekitar kami, ada peserta lain yang
juga tampak rileks saat melakukan pemeriksaan final pada naskah mereka.
Dan Ai-chan sendiri——
"『Senpai, selamat pagi. Hari ini kita akan bermain apa?
Latihan berhubungan seks lagi? 』 『Senpai, selamat
pagi. Hari ini kita akan bermain apa? Latihan berhubungan seks lagi? 』"
Dia bergetar di sampingku, hanya bergumam naskah itu.
"『Mio-senpai... berikan saya lebih... Ciuman senpai, aku
ingin lebih... Hal menyenangkan yang senpai tahu, ajarkan ke aku lebih banyak
lagi... 』"
"Anu... Ai-chan...? Apa kamu baik-baik aja?"
"Hyai! Ba-ba-baik, kamu!?"
Aku yang seharusnya bertanya... Anak ini, terlalu tidak
tenang...
"Eh... Ai-chan. Menurutku kamu gak usah terlalu
tegang. Kamu tegang banget gitu..."
"Tapi...! kalo aku gagal, aku gak bisa berhenti
gemetar... Dan aku udah kalah di audisi sebelas kali berturut-turut..."
"Eh...?"
"Sejak aku muncul di “Maji☆Mari”, aku gak lulus audisi sama sekali, peran utama ataupun
pendukung..."
Ternyata, dia tidak muncul dalam anime apa pun sejak “Maji☆Mari”. Mungkin karena ada tembok audisi...
"Kalo aku mikirin, aku malah jadi hilang percaya
diri... Uuu... Gimana ini... Aku pengen pulang..."
"Enggak, ayo tetap di sini? Gak baik kalo
kabur..."
Saat seperti ini, tugas manajer adalah memberi semangat
kepada aktor. Tapi, aku tidak tahu harus berkata apa agar dia bisa lebih
optimis...
Saat itu, mataku tertuju ke arah bilik audisi. Tepat pada
saat itu, seorang gadis yang baru selesai audisi keluar.
Dia seumuran dengan Ai-chan. Dia memegang naskahnya di
satu tangan dan menunduk. Gadis itu seolah-olah melarikan diri dari studio dan
menghilang.
Pada saat itu, aku melihat... dari matanya, ada air mata
yang menetes.
"Gadis tadi... nangis...?"
"Dia gagal... Kayaknya dia salah ucap, salah kata,
atau suaranya berubah..."
Mungkin membayangkan itu membuat Ai-chan merasa takut,
dia memeluk tubuhnya.
"Uu...! Nggak mau, aku takut! Apa aku juga akan
gagal...? Sebelum itu, aku harus pulang dulu terus nyelesaiin apa yang belum aku
lakukan... Aku juga harus ngehapus data di ponselku..."
"Enggak, makanya jangan pulang. Kamu gak bakal mati cuma
karena bikin kesalahan."
Namun... dalam kondisi seperti ini, sulit untuk
mengeluarkan suara yang bagus. Tanpa bisa menunjukkan kecantikan atau daya
tariknya, dia pasti akan menyelesaikan audisi.
Itu... itu terlalu disayangkan.
Aku ingin dia menunjukkan seluruh kemampuannya. Tidak
peduli hasilnya nanti, aku ingin dia menunjukkan kekuatannya dan menang atau
kalah setelah itu.
Saat pikiran itu muncul, aku secara alami mulai
berbicara.
"Nee... Ai-chan. Mungkin kamu bisa meranin nya
dengan lebih santai gitu?"
"Eh...?"
"Maksudku, nggak sayang emangnya? Bisa ikut audisi,
tapi kamu malah murung gitu!"
Aku berdiri dengan semangat. Meskipun semua orang
menatap, aku terus berbicara kepada Ai-chan.
"Toh, cuma orang-orang kayak Ai-chan, yang dibantu sama
agensi, yang bisa ngikutin audisi. Jadi, menurutku kita udah beruntung bisa di
sini!"
"Itu... bener sih, tapi..."
"Kalo gitu, kamu harus nikmatin! Ujian yang nggak
semua orang bisa ikutin... cuma berada di sini aja, Ai-chan udah luar biasa!
Kamu aturan bisa lebih bangga!"
"Ah, aku mengerti...! Kalo kamu yang ngomong, mungkin
ada benarnya...!"
"Audisi ini termasuk penghargaan buat Ai-chan yang udah
berusaha keras beraktivitas sebagai seiyuu! Jadi, gak usah khawatir sama
hasilnya, nikmatin aja sepuasnya! Lagipula, kupikir kalo kamu seperti itu,
kemungkinan buat lulus juga naik, kan?"
Setelah aku bertanya, Ai-chan berpikir sejenak. Kemudian,
dia mengangguk.
"Ya... kamu benar... Aku mengerti! Bener sih, di
awal aku nikmatin audisi itu sendiri... Waktu aku terpilih jadi peran di 'Maji☆Mari', aku juga ngerasa kayak gitu!"
"Jadi, kamu baik-baik aja sekarang? Bisa nikmatin?"
"Baik-baik aja! Hari ini aku berbeda! Kali ini, aku
akan nikmatin audisinya dan menang!"
※
“......”
Untungnya, Ai-chan pulih, dan dia bisa memeriksa naskah
dengan tenang sebelum waktunya tampil.
Kira-kira dua puluh menit kemudian, nama Ai-chan dipanggil,
dan dia masuk ke booth dubbing. Ruangan itu adalah tempat pengisi suara
melakukan akting, dilengkapi dengan mikrofon dan monitor.
Sementara itu, saya mengamati keadaan Ai-chan dari ruang
kontrol di belakang booth dubbing. Tempat ini diisi oleh staf termasuk direktur
suara, dan kedua ruangan dipisahkan oleh kaca, sehingga bisa melihat ke dalam
booth. Selain itu, direktur anime, direktur produksi, dan penulis naskah juga
mengawasi audisi dari sini.
Namun... saat audisi akan dimulai, ada sesuatu yang
membuatku cemas.
Itu adalah sosok pria paruh baya yang besar yang duduk
diam di depan meja suara. Atmosfernya menunjukkan bahwa dia adalah direktur
suara, orang dengan posisi yang penting... Tapi, orang ini terlalu menakutkan.
Dengan wajah yang tampak seperti anggota yakuza dan tubuh
yang besar seperti pemain rugby, dia duduk di depan meja, di baris terdepan,
mengamati booth dubbing.
Eh...? Orang seperti ini yang akan menilai akting...?
Melakukan penilaian audisi...? Lebih baik tidak... Dengan tekanan seperti ini,
semua peserta akan ketakutan.
Ternyata, apakah kamu baik-baik saja...!? Ada orang
seperti ini menjadi juri──
"Apakah kamu sudah siap? Aizaki Yuka-san"
"Ya, ya! Saya siap!"
Wah, dia memang tampak ketakutan! Dia pasti panik setelah
berbicara dengan sutradara itu! Semoga kecemasan ini tidak menghalangi Ai-chan
yang telah berhasil memulihkan semangatnya...
Bagaimanapun, yang bisa kulakukan hanya berdoa. Berharap
dia bisa melakoni perannya dengan baik!
"Oke, silakan dimulai."
Saat sutradara suara mengatakan itu, lampu CUE menyala
merah. Itu adalah tanda untuk memulai akting.
Ai-chan menarik napas kecil dan mulai membaca kalimat
pertamanya.
"Senpai, selamat pagi. Hari ini, apa yang akan kita
lakukan? Apakah kita akan latihan praktek berhubngan seks lagi?"
Suara Ai-chan yang manis dan sangat menggemaskan.
Untungnya, dia terdengar baik. Dia bisa melakukannya seperti saat latihan.
"M-Mio-senpai... tolong berikan aku lebih... Ciuman
senpai, aku ingin lebih... Tolong ajari aku hal-hal menyenangkan yang senpai
tahu... lebih banyak lagi..."
Ai-chan juga bisa melakoni kalimat dengan tingkat
kesulitan yang lebih tinggi tanpa masalah.
Mungkin dia akan malu kalu aku mengatakannya, tapi suara
Ai-chan memang cocok untuk kalimat-kalimat mesum. Itu persis seperti yang kupikir
dari awal.
Melihatnya, staf sutradara dan penulis skenario juga
mengangguk-angguk, menyetujui aktingnya. Sutradara yang tampak galak itu hanya
menatap tanpa berkata apa-apa, tapi yang lainnya tampaknya mengakui bakatnya.
Dan sekarang, akhirnya kalimat terakhir. Kalimat
terakhirnya adalah, "Ahh! Fruits Ponchi ku! Natsumi-senpai, itu kejam. kalau
kamu melakukan itu... aku tidak akan menyentuh payudaramu lagi, tahu?"
Dengan kondisi sekarang, seharusnya tidak ada masalah.
Setidaknya, dia bisa menunjukkan seluruh kemampuannya.
Aku memang suka akting gadis ini. Aku sangat suka
suaranya.
Meskipun kemampuannya masih belum sempurna, dia bisa
memerankan gadis muda yang erotis dan menggemaskan dengan suara khas tingginya
yang telah dia asah. Itulah mengapa saya bisa mendukungnya dengan percaya diri.
Dan akhirnya, dia mulai berbicara. Mengucapkan kalimat
terakhir dengan suaranya...
"Hah... Hah...! Nnn... Ahhh..."
...Hmm?
Eh...? Ada yang aneh dengan Ai-chan, bukan? Napasnya
terengah-engah...
"Mio-senpai... Tubuhku terasa aneh...! Dadaku terasa
sakit sejak tadi... Jadi, tolong... tolong remas payudaraku..."
Selain itu, dia membaca kalimat asli dari sumber yang
tidak diperlukan untuk audisi. Wajahnya memerah, dan dia membaca kalimat mesum
dengan ekspresi yang sangat menggoda.
Perasaan familiar ini, mungkin...
"Ayo berhubungan seks... Kita berdua, mari kita
saling memuaskan... Hah hah..."
Ternyata benar────!! Ternyata gadis ini, ada sesuatu yang berubah saat dia
sedang berakting!
Meskipun kami sudah berlatih berulang kali agar tidak
terjadi seperti ini, dan dia sudah terbiasa dengan kalimat mesum! Apakah karena
ketegangan saat ini, dia menjadi terlalu terangsang seperti saat latihan!
Bagaimanapun, ini tidak baik...! Dalam keadaan seperti
ini, dia tidak akan bisa melakukan akting yang layak. Bahkan sekarang, dia
sedang memerankan kalimat yang tidak relevan.
"Yuka-san...? Anda tidak perlu melakukan akting yang
tidak ada di skrip, tolong bacakan kalimat terakhir."
Pengarah suara mengeluarkan instruksi. Menyadari suara
itu, dia menjawab, "Baik...♪".
Itu dia. Untuk saat ini, baca saja baris terakhir. Itulah
akhir audisinya.
Tidak bisa masuk ke bilik untuk membuatnya kembali waras,
jadi tidak ada pilihan lain selain mengakhiri audisi sebelum dia membuat
kesalahan fatal.
"Tolong, Ai-chan! Jangan bicara hal aneh lagi, dan
selesaikan aktingmu dengan aman!"
Begitu aku mulai berdoa, Ai-chan kembali membuka
mulutnya. Dia melemparkan kalimat terakhirnya.
"Ahh! Fruits Ponchi ku!!"
──Eh……?
"Natsumi-senpai, itu kejam……kalau kamu melakukan
itu……aku tidak akan menyentuh payudaramu lagi, tahu……?"
……Eh?
Tunggu, tunggu sebentar. Apa yang baru saja dia
katakan……?
"Setidaknya, simpanlah untukku... bagianku dari buah
pisang..."
Tidak, serius, tunggu! Apa yang kamu katakan!?
Mungkin karena suatu saklar aneh telah diaktifkan,
Ai-chan mengucapkan kata-kata yang tidak masuk akal. Itu membuat semua orang di
ruang kontrol terdiam, terbungkus dalam suasana yang tidak bisa dipercaya.
……Tapi, keheningan itu segera pecah. Karena tawa keras
dari direktur audio.
"Pfft……hahaha……ahahahaha!"
Direktur audio tertawa terbahak-bahak, mengguncang
tubuhnya.
"Apa itu barusan! Kesalahan ucapan!? Ahh, haha!
Perutku sakit───!"
Wah! Orang ini tertawa keras! Orang yang terlihat galak
itu tertawa keras!!
Sangat mengejutkan melihat orang yang tampaknya keras dan
ketat seperti gangster tertawa hingga seperti ini……. Dan itu seperti memicu
orang lain, staf lain juga mulai terbahak-bahak.
"Tolong simpan untukku……bagian buah pisang……"
Hei, berhentilah Ai-chan! Tenanglah! Jangan memperlebar
luka lagi!
Dengan perasaan itu, aku memberi isyarat
"Tenang!" kepadanya dari seberang kaca. Berkat itu, sepertinya dia
melihat ke arahku. Dan──
"……!"
Dia tampak terkejut. Sepertinya dia telah kembali ke akal
sehatnya.
"Ah, apa……? Apa aku barusan……mungkin, ngomong
sesuatu yang sangat gila……!?"
Namun, pada saat yang sama, sepertinya dia tiba-tiba
mengingat apa yang sudah dia ucapkan. Melihat staf yang terbahak-bahak, dia
menjadi sangat malu hingga wajahnya berubah merah dan mulai bergetar sambil
menangis.
Dan dengan itu, giliran Ai-chan berakhir.
※
Perjalanan pulang itu benar-benar terasa seperti malam
yang muram.
"………………"
Dia berjalan dengan kepala tertunduk dan langkah yang
lemah. Penampilannya bahkan lebih menyedihkan dari gadis kecil yang menangis
saat meninggalkan tempat itu.
Karena, ya, itu tentang 'pisang'…… Kesalahan itu…… Jujur,
itu sedikit menggairahkan.
"Pengen ngilang aja…… jadi debu dan
menghilang……"
Tidak, ini bukan saatnya untuk mengingat. Sebagai
manajernya, aku harus merawatnya……
"Uh, umm……Ai-chan! Kamu udah bekerja keras hari ini.
Kamu melakukannya dengan baik kok……?"
"……Nggak. Aku sama sekali gak bisa ngelakuin dengan
baik……"
"Nggak nggak, kamu beneran udah usaha keras lho!
Sekali lagi, aku bisa mastiin kalo suara Ai-chan cocok jadi peran seperti itu!
Dan kamu bisa ngatasin tekanan, berakting dengan suasana biasa!"
"Beneran...? Biasanya, aku gak bakal ngucapin
'Fruits Ponchi’..."
"Reaksi staf juga, gak ada yang lebih baik dari itu!
Semua orang keliatan puas..."
"Ya... mereka bener-bener ketawa terbahak-bahak,
ya...? Kalo aja ini audisi komedi, pasti lebih baik..."
Tidak bisa. Apapun yang kukatakan, hanya dianggap
negatif... Sampai aku sendiri merasa patah semangat.
"Tapi, serius... hal kayak itu sering terjadi! Jadi,
kamu gak usah khawatir!"
"Uuuh..."
"Dan, aktingmu sendiri itu bagus lho! Belum tentu
kamu gagal!"
"Auuhh..."
"Serius, reaksi staf itu gak buruk! Pasti masih ada
kemungkinan..."
"Uwaaaaaaaa!"
Tiba-tiba, Ai-chan menangis keras. Tubuhku refleks
bergetar karena kesedihan.
"Tolong, jangan hibur aku lagi! Jangan bilang
apa-apa lagi!"
Begitu katanya, dan tiba-tiba Ai-chan berlari pergi.
"Ah, Ai-chan!? Tunggu sebentar─"
"Hwaaaaaaaa! Jangan ngikutin aku!"
Ketika aku mencoba mengejarnya, sambil menangis dia
berteriak begitu. Dan kemudian, dia berlari ke rumah sendirian.
Aduh... Mencoba menghiburnya, malah membuatnya lebih
terluka... Situasi ini, mungkin aku tidak seharusnya mengatakan apa-apa...
Sepertinya akan memakan waktu cukup lama sampai kita bisa
berbicara lagi...
Faktanya, ketika aku pulang, Ai-chan tidak mau keluar
dari kamarnya.
Saat ini, hanya satu hal yang bisa kulakukan. Hanya
meninggalkannya sendiri...
Tidak boleh adanya spoiler, hormati user lainya. Gunakan komentar dengan bijak sebagai tempat berdiskusi.